IdeologI-PolItIk SerIkat Edi Cahyono* Nomor 16, Mei - 2008 Redaksi: Edi Cahyono, Maxim Napitupulu, Maulana Mahendra, Muhammad Husni Thamrin, Hemasari Dharmabumi Diterbitkan oleh: Yayasan Penebar pEnEbar e-news terbit sebagai media pertukaran dan perdebatan soal-soal perburuhan dan globalisasi. Kami mendukung gerak antiglobalisasi masyarakat Indonesia. Globalisasi dan perdagangan bebas merupakan jebakan negerinegeri imperialis untuk menjadikan negeri-negeri miskin terus menjadi koloni dan dihisap oleh negerinegeri maju. Kami menerima tulisan-tulisan yang sejalan dengan misi kami untuk dimasukkan dan diedarkan melalui e-news ini. Yayasan Penebar ~ Jl. Makmur, no. 15, Rt. 009/Rw.02, Kelurahan Susukan, Jakarta 13750, Indonesia • Tel./ Facs. ~ (+ 62 21) 841 2546 • email ~ ypenebar@yahoo.com • website ~ http://www.geocities.com/ypenebar/ * Aktif di Yayasan Penebar-Jakarta. 1 Karena, memang asal-muasal —sebelum dilahirkannya— negeri sosialis/ komunis terjadi mobilisasi ideologi-politik komunisme di dalam masyarakat. lakukan pembubaran dari sistem yang paling ditakuti oleh sistem kapitalisme tersebut. Saat itu, Presiden Uni Soviet, Mikail Gorbachev mengadakan lawatan ke berbagai negeri sosialis/komunis untuk menyampaikan agendanya yang disebut sebagai Pereistroika dan Glasnost. Bila Perang Dingin merupakan perseteruan antara Sistem Komunisme dengan Sistem Kapitalisme sebagai produk pasca Perang Dunia II, maka bangkrutnya negeri-negeri komunis menandai akhir Perang Dingin. Demikian, sistem kapitalisme kehilangan pesaing utama. Dengan segera kebangkrutan komunisme ini disambut oleh para pendukung sistem kapitalisme dengan kampanye hitam: ’Akhir dari era berideologi.’ 1 Prolog Dalam tahun 1991 terjadi peristiwa penting, yaitu: runtuhnya negerinegeri bersistem sosialisme/ komunisme. Keruntuhan ini sebagai bagian dari krisis berkepanjangan yang terjadi di negara-negara, khususnya, Uni Soviet (USSR), RRC (Republik Rakyat Cina), dan 14 Negara Blok Timur Eropa. Uni Soviet, — paling tidak,— berisiniatif untuk me| 2 | Bila Uni Soviet dan RRC menjadi patokan dari negeri dengan sistem komunisme, maka sebenarnya komitmen kedua negeri terhadap sistem tersebut tidak demikian adanya. Mungkin Uni Soviet selama kurun Lenin, dan RRC selama kurun Mao Zedong memang dijalankan dengan sepenuhnya bersistem komunisme. Namun dengan bergantinya kekuasaan dari Lenin ke Stalin; dari Mao Zedong ke Deng Xiaoping telah terjadi pergeseran dari sistem komunisme ke kapitalisme-negara. Jadi, krisis yang menyergap negeri-negeri komunisme tersebut bukan akibat kegagalan sistem komunisme, namun krisis yang terjadi khas di negeri bersistem kapitalisme, meskipun itu berbentuk kapitalisme-negara. Kapitalisme, bagaimana pun, akan selalu menghadapi krisisperekonomian, karena over-produksi hampir selalu tak dapat dihindarkan; sementara pasar baru tidak dengan sendirinya terbentuk. Terjadi penumpukan barang dan jasa yang tidak tersalurkan ke pasar. Sementara itu, sistem sosialisme/komunisme adalah sistem yang berorientasi pada perekonomian distributif, sebagai cara penyetaraan pertumbuhan perekonomian masyarakat secara kolektif (bersama-sama). Sementara, aset-aset produktif dikuasai secara kolektif. Dengan demikian, akan terhindar terbentuknya jurang sosial-ekonomi-politik-budaya di dalam masyarakat. Ini bermakna: kelas menghilang. RRC yang kemudian dapat demikian gemilang pertumbuhan industri-(kapitalisme)nya. Negeri yang mengklaim bersistem ganda sosialisme-kapitalisme ini berhasil memasuki pasar dunia dengan menyingkirkan pesaing-pesaing tangguhnya yang —seharusnya— telah mapan, seperti: Amerika Serikat, Jepang, negeri-negeri Eropa Barat (Jerman, Perancis, Belanda dsb.). Bagi awam tentu sistem ganda sosialisme-kapitalisme merupakan fenomena baru yang menjanjikan kemajuan masyarakat. Namun, perlu diselami seberapa jauh sistem sosialisme-kapitalisme RRC dapat menjadi ruang bagi pemerataan kesejahteraan rakyat. Sejauh ini, — nampaknya— hanya sebagian kecil masyarakat yang dapat terserap Nomor 16, Mei - 2008 | 3 | dan ’disejahterakan’ oleh sistem ganda RRC tersebut, sementara mayoritas justru terlantar olehnya. Negeri yang kemudian menjiplak konstruksi RRC adalah Vietnam. Menjiplak dalam arti segalanya — termasuk mewarisi persoalanpersoalan buruk yang diakibatkan oleh sistem ganda tersebut. Ber-Serikat di Hindia-Belanda Berdirinya serikat buruh di Nederlands-Indie (Hindia-Belanda) diawali oleh para pekerja berkebangsaan Belanda. Berserikat adalah kecenderungan di Eropa pada akhir abad ke-19. Saat itu Eropa telah menjadi negeri modern. Kapitalisme telah mematangkan kondisi sosial-ekonomi-politik-budaya masyarakat Eropa. Berserikat menjadi standar kehidupan sosial-politik masyarakat Eropa, termasuk Negeri Belanda (Holland/Nederland). Sehingga warga-negara Belanda yang kemudian pergi ke wilayah koloni — Hindia-Belanda— untuk bekerja di berbagai perusahaan, mendirikan serikat-serikat buruh. Bagaimana pun, ini merupakan prestise tersendiri bagi orang-orang Eropa tersebut. Pada awalnya, mereka mengabaikan buruh-buruh bumiputera —warga lokal Hindia- Belanda— untuk dapat terlibat dengan kehidupan berserikat. Jadi, pada awal pembentukan serikat buruh, serikat ini beranggotakan eksklusif buruh Eropa saja. Berturut-turut didirikan Nederlandsch-Indisch Onderwijzers Genootschap (NIOG) tahun 1897; Staatsspoor Bond (SS Bond) pada 1905 (di Bandung); Suikerbond (1906); Cultuurbond, Vereeniging v. Assistenten in Deli (1907); Vereeniging voor Spoor-en Tramweg Personeel in Ned-Indie, berdiri 1908 di Semarang; Bond van Geemployeerden bij de Suikerindustrie op Java (Suikerbond) tahun 1909 di Surabaya; Bond van Ambtenaren bij de In-en Uitvoerrechten en Accijnzijn in Ned-Indie (Duanebond) tahun 1911; Bond van Ambtenaren bij den Post-, Telegraaft-en Telefoondienst (Postbond) tahun 1912; Burgerlijke Openbare Werken in Ned-Indie (BOWNI) tahun 1912; Bond van Pandhuis | 4 | Personeel (Pandhuisbond) (1913). Ciri serikat-serikat buruh ini, adalah: tidak ada motif-motif ekonomi dalam proses pendiriannya. Tidak ada masalah pada sekitar tahun berdirinya serikat-serikat buruh tersebut misalnya, soal rendahnya tingkat upah, atau pun buruknya kondisi sosial tenaga kerja Eropa. Faktor yang mendorong pembentukan mereka adalah pertumbuhan pergerakan buruh di Negeri Belanda.2 Pada sekitar 1860-1870 di Nederland sedang mengalami pertumbuhan pergerakan buruh. Dan sejak 1878 ada pengaruh gerakan sosial-demokrat yang mendorong berdirinya National Arbeids Secretariats (NAS) sebagai induk organisasi.3 Pada saat itu di Hindia-Belanda ada ketentuan pasal 111 Regeling Reglement (RR) yang melarang dilakukannya rapat dan pembentukan sebuah organisasi tanpa ijin khusus dari pemerintah kolonial. Namun disebabkan pada tahun 1903 pemerintah kolonial menerapkan desentralisasi susunan pemerintah kolonial seperti untuk Bandung, Semarang, Surabaya, Batavia menjadi suatu gemente dan pengaturannya dilaksanakan oleh gementeraad (dewan kota), menjadikan 111 RR tidak berlaku. … hak berserikat dan berkoempoel diakoe tentang praktijknja, artinja diberi kelapangan, meskipoen beloem ditetapkan didalam oendangoendang. Dengan segera peroebahan-peroebahan itoe kelihatan pengaroehnja: gerakan politiek jang amat ramai terbitlah dalam golongan bangsa Eropah.4 Pembentukan serikat-serikat oleh buruh Eropa ini selain merupakan pengaruh dari perkembangan gerakan buruh yang berlangsung di 2 Sandra, 1953, ”Sedjarah Gerakan Buruh di Indonesia,“ Tindjauan Masalah Perburuhan, 3-4, VI, Juni-Juli, Kementrian Perburuhan Republik Indonesia, 1954, hal 7. Madjid Siregar, Perkembangan Serikat Buruh di Beberapa Negara, Penerbit Kebangsaan Pustaka Rajat N.V., Djakarta. Hal 29-40. 3 Sandra, 1961. Sedjarah Pergerakan Buruh Indonesia. PT. Pustaka Rakjat. Djakarta. Hal. 8-9. 4 J.J. Schrieke, Atoeran-Atoeran dan Asas-Asas Pembagian Kekoeasaan (Desentralisasi), Terj. Agus Salim, Balai Pustaka, Batavia, 1922, hal. 9-14. | 5 | Nomor 16, Mei - 2008 Eropa, pula merupakan bagian dari kepentingan ’politik’ terbatas kehidupan kota. Perkembangan selanjutnya dalam keanggotaan serikat-serikat buruh ini tidak hanya merekrut anggota Eropa saja, akan tetapi juga menerima kalangan bumiputera. Ini terjadi sebagai pengaruh semangat etis (Etische Politiek). Program Pendidikan yang merupakan salah satu bagian dalam politik balas jasa Etische Politiek —di tahun 1903— memberi nuansa baru dalam perkembangan intelektual bumiputera. Ditambah lagi dengan pembentukan serikat-serikat oleh buruh Eropa, telah memicu serikat buruh dibangun oleh kaum bumiputera dalam masa-masa sesudahnya. Beberapa di antaranya yang dapat disebutkan adalah: Perkoempoelan Boemipoetera Pabean (PBP) tahun 1911; Persatoean Goeroe Bantoe (PGB) tahun 1912; Perserikatan Goeroe Hindia Belanda (PGHB) berdiri tahun 1912; Persatoean Pegawai Pegadaian Boemipoetera (PPPB) tahun 1914; Opium Regie Bond (ORB) dan Vereeniging van Indlandsch Personeel Burgerlijk Openbare Werken (VIPBOUW) tahun 1916; Personeel Fabriek Bond (PFB) tahun 1917. Di kalangan Tionghoa pada 26 September 1909, di Batavia, dibentuk Tiong Hoa Sim Gie dipimpin oleh Lie Yan Hoei. Empat bulan kemudian kelompok ini merubah nama menjadi Tionghoa Keng Kie Hwee yang kemudian menjadi inti dari Federasi Kaoem Boeroeh Tionghoa. Perhimpoenan Kaoem Boeroeh dan Tani (PKBT) didirikan tahun 1917, di lingkungan industri gula. Organisasi ini dikembangkan dari Porojitno yang dibentuk oleh Sarekat Islam (SI) dan ISDV Surabaya pada tahun 1916. PKBT kemudian dipecah menjadi dua di tahun 1918 yaitu Perhimpoenan Kaoem Tani (PKT) dan Perhimpoenan Kaoem Boeroeh Onderneming (PKBO). PKBO kemudian digabung dengan Personeel Fabriek Bond (PFB), sebuah organisasi yang dibentuk oleh Soerjopranoto tahun 1917.5 5 F. Tichelman, Socialisme in Indonesie. De Indische Sociaal-Democratische Vereeniging: | 6 | Sepertinya, gerakan berhaluan kiri-komunis begitu besar kiprahnya dalam menetapkan tonggak-tonggak pasang-surut sejarah perkembangan serikat buruh sebagai sebuah gerakan sosial-politik. Serikat yang perkembangannya demikian luar-biasa adalah Vereeniging voor Spoor-en Tramweg Personeel (VSTP) — didirikan pada 14 November 1908 di Semarang, Jawa Tengah oleh 63 buruh Eropa yang bekerja pada 3 jalur kereta Nederlansch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), Semarang- Joana Maatschappij Stoomtram (SJS) dan Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS).6 Dalam bulan April 1923, VSTP dengan dukungan 8.500 buruh, melakukan mogok terbesar dalam sejarah gerakan buruh di Hindia Belanda. Terbesar, karena telah menghentikan bisnis — akibat transportasi se-Jawa mogok. Pemogokan ini pula yang membuat pemerintah kolonial menyiapkan serangkaian upaya untuk membungkam gerakan buruh/ rakyat, yang puncaknya terjadi pada tahun 1926/27. Suatu pemberontakan yang berakhir dengan kegagalan dan mengakibatkan seluruh jaringan gerakan dihancurkan melalui hukuman mati dan pembuangan tokoh-tokohnya ke Boven Digoel (Tanah Merah), Papua. Sementara, kelompok diskusi Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV) yang didirikan oleh H.J.F.M. Sneevliet7 pada tahun 1916 menjadi lingkungan yang berperan besar dalam penggodokan para aktivis VSTP menuju kematangan ideologi sosialimenya — dalam perkembangannya, ISDV-VSTP bermetamorfosis menjadi Partai Komunis di [H]India (PKI) (23 Mei 1920). 1897-1917, Foris Publication, Dordreecht, 1985, hal. 15, 46, 269. 6 John Ingleson, “‘Bound, Hand and Foot’: Railway Workers And The 1923 Strike in Java,” Indonesia, 31 (April 1981), Cornell Modern Indonesia Project, hal. 53-87. 7 Sneevliet datang ke Semarang, Jawa Tengah, dalam tahun 1913 sebagai sekretaris sebuah asosiasi para pedagang. Sebelum datang ke Hindia-Belanda dia adalah seorang pimpinan dari Partai Sosialis Revolusioner di Holland dan kemudian dari Partai Sosial- Demokrat Belanda (SDAP). Nama Sneevliet akan selamanya terkait dengan sejarah | 7 | Nomor 16, Mei - 2008 Ciri utama dari ideologi komunis adalah: menempatkan buruh dan rakyat tertindas sebagai sebuah kelas — yang tertindas dalam sistem kapitalisme. Untuk membebaskan diri dari penindasan kapitalisme, kelas buruh harus melakukan perjuangan kelas dengan melakukan revolusi sosial. Masyarakat pasca revolusi tersebut adalah masyarakat tanpa-kelas. Masyarakat yang terbentuk pasca revolusi, akan merubah pemilikan asetaset produktif dari individu-individu ke bentuk penguasaan secara kolektif. Peran serikat akan didefinisikan kembali di dalam struktur masyarakat baru, karena struktur ini akan menghapuskan penghisapan nilai-lebih (surplus-value) sebagai mana berlangsung di dalam sistem sosial yang kapitalistis. Itu adalah visi-misi dari ideologi komunisme. Selain serikat dengan ideologi kiri-komunis, terdapat pula serikatserikat yang dilandaskan oleh ideologi nasionalisme, sosialdemokrasi (kiri-nonkomunis), Marhaenisme (ini yang kemudian dikenal sebagai Sosialisme Indonesia). Juga serikat-serikat berhaluan keagamaan: Islam, Katholik/Kristen, dsb. — ini memang menyimpang dari lingkup hubungan industrial: buruh vs pengusaha, yang sebenarnya tidak ada kaitan sama sekali dengan agama. Serikat-serikat tersebut umumnya memiliki publikasi/terbitan — dulu disebut orgaan— berupa koran, buklet, buku-saku dsb. Kususnya yang berbentuk koran (biasanya terbit dua atau tiga hari sekali) menjadi media komunikasi antar pengurus dan anggota serikat. Koran menjadi media penting untuk komunikasi internal dan eksternal dari serikat, untuk lingkup ke luar, berguna demi mendapatkan dukungan dari khalayak di luar serikat mereka. Ideologi memainkan peran utama dari aktivitas politik serikatserikat bumiputera sejak mereka mulai aktif. Ideologi komunisme demikian besar pengaruhnya dalam membangun pergerakan rakyat/ buruh sejak awal abad ke-20. Ideolog-ideolog politik (dulu disebut propagandis) komunis seperti Marco Kartodikromo, Semaoen, Darsono, Tan Malaka, cukup rajin menulis dan menganalisis Indonesia sebagai orang yang memperkenalkan sosialisme dan komunisme revolusioner. | 8 | masyarakat pada jamannya. Tulisan-tulisan mereka tersebar luas dalam orgaan-orgaan serikat berhaluan komunis. Ideologi menjadi keyakinan penting dalam aktivitas politik serikat. Apalagi ketika Revolusi Oktober 1917 terjadi di Rusia, serikat-serikat berhaluan komunis semakin optimis, bahwa: perubahan kehidupan dapat direalisasikan! Dan ini pula yang mendorong terbentuknya PKI pada Mei 1920—dan, berujung pada pemberontakan 1926/27. Pemberontakan tersebut gagal. Namun komunisme sebagai ideologi-politik tetap hidup, meskipun nyaris tidak sanggup membangun sebuah organisasi penting pasca 1926/27. Aktivitas politik praktis diisi oleh kelompok berhaluan: Nasionalisme, Islam, Kristen, Marhaenisme. Ideologi bukan agama. Mereka yang ber-ideologi komunis adalah para penganut agama (pada umumnya). Demikian, tidak mengherankan bahwa pemberontakan 1926/27 melibatkan kaum bumiputera yang beragama Islam. Apalagi bila dilacak asal-muasal organiser gerakan komunis dilahirkan dari dalam Sarekat Islam (SI) — khususnya SI cabang Semarang. Pasca 1926 serikat dan partai non-komunis tampil ke publik, namun mereka masih jauh dari semangat militansi dan radikal. Karena, ukuran militansi dan ke-radikal-an hanya dimiliki oleh ideologi genuine komunisme. Dengan demikian, —sedikit-banyak— kelompok-kelompok yang dibangun tetap ingin berdampingan dengan ideologi paling militan dan radikal tersebut. Ir. Soekarno pun, misalnya, dalam tahun 1927, merumuskan ideologi kelompoknya sebagai tautan antara Nasionalisme-Islam-Marxisme yang di tahun 1950an menjadi Nasionalisme-Agama-Komunisme (NASAKOM).8 Kemudian, bermunculan kelompok-kelompok lainnya, dengan ideologi ’kiri’ yang telah dipoles, agar tidak terlihat terlalu garang di hadapan para penguasa/kekuasaan. Hal ini dapat dilihat pada figur-figur yang menggunakan sebutan sosialis. Partai Buruh yang 8 Ideologi NASAKOM ini tetap dipegang erat oleh Soekarno hingga wafatnya pada tahun 1970. | 9 | Nomor 16, Mei - 2008 berdiri sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pun membawa ideologi sosialis (non-komunis). Pilihan ideologi pada sosialisme (non-komunis), —yang di Eropa lebih dikenal sebagai sosial-demokrasi,9 — menjadi posisi moderat antara kiri(- komunis)—dengan kanan(-kapitalis). Kehadiran kelompok berhaluan sosial-demokrasi bukan berarti menyurutkan penganut ideologi komunisme. Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) didirikan pada 29 Nopember 1946, adalah federasi serikat buruh berideologi komunisme terbesar pada jamannya. Beberapa serikat pendukungnya antara lain: Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (SARBUPRI), Serikat Buruh Kereta Api (SBKA), Serikat Buruh Gula (SBG), Serikat Buruh Pelabuhan dan Pelayaran (SBPP), Serikat Buruh Postel (SB POSTEL) dsb. Karena SOBSI besar, pemerintah Republik memandang buruh diperlukan secara politik: Sebagai misal dari pandangan ini selama masa dini Republik ialah Maklumat Presiden No. 1 tahun 1947 bagi implementasi Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946 mengenai Komposisi Komite Nasional Indonesia. Menurut Dekrit Presiden ini, empatpuluh pimpinan serikat buruh diangkat sebagai anggota Parlemen Sementara. Sejak itu, gerakan buruh Indonesia, teristimewa SOBSI selalu sangat erat hubungannya dengan pengelolaan urusan-urusan Pemerintah.10 Karena SOBSI komunis, ideologi tersebut tetap menuntun mereka untuk melakukan revolusi sosial. SOBSI terlibat dalam Affair Madiun—September 1948. Suatu upaya membentuk pemerintahan 9 Dalam perkembangannya paham sosial-demokrasi dapat mendorong lahirnya sistem sosial di dalam kapitalisme yang disebut sebagai negara-kesejahteraan (welfare state). Negara-kesejahteraan menjadi pilihan penting yang diambil kapitalisme karena komunisme menjadi ancaman sejak Revolusi Oktober 1917 di Rusia. Sementara pasca Perang Dunia ke-2, J. W. Stalin rajin membangun negeri-negeri komunis yang dikenal sebagai Blok Eropa Timur. Jadi, pemberian ruang kesejahteraan bukan semata-mata perjuangan dari kaum sosial-demokrasi semata, namun menjadi kebutuhan realistis di masyarakat-msyarakat kapitalis Eropa dan Amerika. 10 Iskandar Tedjasukmana, Watak Politik Gerakan Serikat Buruh Indonesia, TURC, hal 40. | 10 | baru di Madiun dan beberapa kota lain di Jawa Timur oleh kelompok-kelompok komunis yang menamakan diri Front Demokrasi Rakjat (FDR).11 Affair Madiun gagal, lagi-lagi terjadi pembantaian dan penangkapan massal, kali ini dilakukan oleh kekuasaan Indonesia yang baru saja berdiri — yang direbut dari kekuasaan militer Jepang.12 Seusai Affair Madiun, tentu saja SOBSI menciut. Namun dengan kembali berdirinya PKI di awal 1950-an, —yang mana kehadirannya mendapat restu politik dari Presiden Soekarno,— SOBSI kembali berkibar. Tanpa restu Soekarno, — sudah dapat diduga,— ideologi dan kelompok-kelompok berhaluan komunis tidak dapat kembali berjaya. Perkembangan SOBSI demikian luar biasa. Tidak ada serikat atau partai sejaman yang dapat menandingi kebesaran jumlah keanggotaan SOBSI. Di pertengahan 1950an, SOBSI beranggotakan 2.661.970 orang. Sementara itu, serikat/partai dengan basis ideologi Islam sepertinya menyadari bahwa Islam tidak dapat menyelesaikan (menjelaskan) masalah perburuhan: 11 FDR sebenarnya adalah nama lain dari PKI pada Affair Madiun. PKI (Moeso) pada waktu itu melebur tiga kelompok kiri yaitu: FDR, Partai Sosialis Indonesia (kelompok yang lebih kiri dan meninggalkan kelompok Partai Sosialis), Partai Buruh Indonesia dan Partai Komunis Indonesia. Pula, didukung oleh Pemuda Sosialis Indonesia (PESINDO), Barisan Tani Indonesia (BTI), dan SOBSI. Moeso dan Amir Sjarifuddin menjadi penggerak Affair Madiun. Amir Sjarifuddin sendiri pernah menjabat posisi Perdana Menteri Republik pada Juli 1947. 12 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah 17 Agustus 1945. Namun sebenarnya ‘kedaulatan’ ini sering disebut sebagai kekuasaan de facto. Sementara kekuasaan dapat disebut sah secara de jure adalah ketika diadakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag (Negeri Belanda) antara pihak Indonesia dengan Negeri Belanda pada 27 Desember 1949. Saat itu Belanda menyerahkan kedaulatan ke Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Di KMB dihasilkan Persetujuan Keuangan dan Ekonomi yang menyetujui hakhak, konsesi-konsesi, dan lisensi-lisensi korporasi-korporasi Belanda di Indonesia diakui oleh Republik. Pihak Belanda menerima kembali perkebunan-perkebunan, estate gula, perusahaan-perusahaan mereka, dsb., dan segera melanjutkan kegiatan-kegiatan mereka. | 11 | Nomor 16, Mei - 2008 Konferensi para Ulama dan tokoh-tokoh serikat buruh, yang diselenggarakan pada tahun 1948 menjelang pendirian SBII [Serikat Buruh Islam Indonesia]13 menyimpulkan bahwa tidak terdapat ketentuan apapun di dalam Qur’an Suci yang membahas masalah-masalah perburuhan, tetapi bahwa terdapat beberapa indikasi dalam ayat-ayat dan tradisi Nabi Muhammad yang menunjukkan jalan untuk memecahkan masalahmasalah kaum pekerja. Kesimpulan konferensi itu ialah bahwa kebutuhan dan masalah-masalah kaum buruh Muslim mesti dibereskan dengan suatu pendekatan manusiawi.14 Artinya, memang ideologi lain, menghadapi kesulitan untuk menegaskan visi-misi dari organisasi. Karena memang kelompokkelompok berhaluan non-komunis tidak dalam posisi menuntut perubahan sistem yang eksploitatif dari kapitalisme. Dalam batasbatas yang sulit untuk dirumuskan, akhirnya kelompok-kelompok non-komunis terjebak dengan tuntutan kompromis: perbaikan nasib kaum buruh. Dari waktu ke waktu berbagai serikat silih berganti mengajukan tingkat upah baru. Dan, tentu saja, sistem kapitalisme memperkenankan perbaikan-perbaikan kecil kondisi buruh, sejauh hal tersebut tetap melanggengkan kapitalisme itu sendiri. Tragedi 1965: Titik Balik Tragedi 1965 menjadi titik balik dari kehidupan ideologis serikat dan partai. Tragedi 1965 adalah rentetan bertaut sejak pembunuhan Pimpinan Angkatan Darat (dini hari 1 Oktober 1965) hingga Peristiwa Supersemar (Surat Perintah 11 Maret) 1966. Ini merupakan episode pergantian kekuasaan tanpa prosedur Pemilihan Umum, bagaimanapun ini adalah coup de etat oleh militer terhadap kekuasaan Soekarno. Di bawah kekuasaan Soeharto —yang diberi nama Orde Baru— terjadi perubahan drastis kondisi politik. Pemberangusan aktivitas politik kelompok-kelompok masyarakat menjadi agenda rejim ini. Masa ini adalah periode terburuk kehidupan sosial-politik- 13 SBII berafiliasi dengan Partai Masyumi. 14 Iskandar Tedjasukmana, op.cit, hal 58-59. | 12 | ekonomi-budaya masyarakat Indonesia. Sejak Orde Baru berkuasa berjuta-juta rakyat dibunuh/terbunuh; dijebloskan ke penjara; diberi tanda-khusus pada K(-artu) T(-anda) P(-enduduk)-nya agar tidak dapat masuk bekerja di instansi-instansi pemerintah. Kelompok dan ideologi politik apapun diberangus oleh rejim Soeharto. Kehidupan kepartaian dan keserikatan dibatasi dan hanya didefinisikan dan diperkenankan dalam batas-batas kekuasaan Orde Baru semata. Berakhir masa-masa gegap-gempita kehidupan politik dan ideologi dalam masyarakat. Alasan semua itu demi menyelamatkan kehidupan berbangsa: penegakan Pancasila (yang mana?). Sementara, kehidupan ekonomi pun dikangkangi oleh lingkungan Soeharto, —dan keluarga,— beserta kroni-nya. Soeharto berkuasa selama 32 tahun. Waktu yang demikian panjang untuk mematahkan sama-sekali kapasitas rakyat untuk bersentuhan dengan ideologi. Epilog Reformasi menjadi kurun pasca Soeharto; suatu kurun yang membersitkan optimisme baru, karena ruang politik relatif lebih terbuka sehingga memungkinkan dilahirkan begitu banyak serikat dan partai politik. Ini jaman baru perpolitikan Indonesia, namun, minus ideologi. Serikat dan partai dikelola layaknya sebuah bisnis. Anggota suatu serikat/partai dapat ke luar–masuk sesuka hati. Militansi adalah sesuatu yang nyaris tidak dikenal. Radikalisme hanya sebatas politik-uang (atau uang-politik), semakin besar ’harga’ sebuah aksi-politik (demonstrasi/protes), semakin radikal figur-figur yang terlibat dalam aksi tersebut. Ada tangan-tangan tak terlihat (invisible-hands) mengelola ’bisnis’ aksi-politik. Sementara itu, meskipun di Indonesia pasca Soeharto lengser terjadi pembuktian korupsi uang yang bila ditotal secara nominal berjumlah trilyunan rupiah, namun ternyata masih sulit memobilisasi investasi dari dalam negeri. Jumlah uang berlimpah; sementara keinginan berinvestasi dari dalam negeri begitu kecil. Individu kaya Indonesia memang bukan kelas burjuasi. Kekayaan para individu tersebut didapat oleh peran mereka sebagai komprador dari burjuasi internasional, bukan sebagai pebisnis. Demikian, apa yang pernah didiskusikan dalam tahun 1970-80an tentang sistem kapitalisme pinggiran (periperal), hingga saat ini tak terbantah. Bahwa, pada dasarnya, investasi di negeri-negeri bekas-jajahan (post-colonial) akan selalu bergantung kepada negeri induk kolonialis (metropolis atau center). Karena negeri bekas-jajahan telah terkonstruksi seperti itu saat mereka masuk dalam genggaman kolonialisme. Kemerdekaan yang diproklamasikan bukan berarti keterputusan relasi dari metropolis. Konstruksi kapitalisme pinggiran ini menyulitkan buruh untuk melakukan tekanan terhadap kelas pengusaha yang umumnya berasal dari luar-negeri. Para pengusaha asing tersebut mudah memutuskan untuk meninggalkan Indonesia bila merasa tidak nyaman — terjadi capital flight. Pemerintah Indonesia memang mengkondisikan iklim investasi yang kondusif bagi investasi asing, seperti mendefinisikan tingkat upah rendah; dan jaminan bahwa buruh tidak akan berontak. Memang, kenaikan upah sering menjadi tuntutan dari serikatserikat buruh. Sebenarnya, perjalanan perubahan tingkat upah di Indonesia telah meningkat sangat dramatis. Bila di awal kemerdekaan Indonesia, upah per hari seorang buruh bumiputera sebesar Rp. 1,45- (satu rupiah empat puluh lima sen),15 dan saat sekarang telah mencapai Rp. 20.000,- (duapuluh ribu rupiah) per hari. Secara nominal ini adalah pembumbungan upah yang demikian gemilang, namun ternyata tidak identik terbangunnya kesejahteraan hidup kaum buruh. Bila dicermati lebih jauh, 15 Upah pada paruh pertama tahun 1950, upah minimum di perkebunan dan estate gula di Jawa adalah 65 sen (rupiah) tunai ditambah kesetaraan 80 sen in natura, dengan demikian seluruhnya Rp. 1,45 per hari. Itu sekitar US$ 12,7 sen, dengan dollar pada saat itu ditentukan Rp. 11,40 sejak bulan Maret 1950. Di perkebunan-perkebunan di Sumatera, upah sehari minimum adalah Rp. 1,15 tunai dan ini ditambah Rp. 0,80 in natura, atau seluruhnya Rp. 1,95. | 13 | Nomor 16, Mei - 2008 Dalam Kenangan: Oey Hay Djoen (18 April 1929 [Malang] s/d 18 Mei 2008 [Jakarta]) —‘—‘—‘— ternyata setiap kali didefinisikan tingkat upah baru, hal ini merupakan penyelarasan dengan tingkat inflasi yang terjadi pada masa tersebut. Jadi, perjuangan ’reformasi’ upah tidak mengena sasaran. Daya beli dari tingkat upah yang baru tidak menjadi lebih baik. Buruh Indonesia tetap hidup dalam kemiskinan. Konsekuensi uraian di atas, serikat buruh perlu kembali mempelajari/memperhatikan ideologi agar dapat melakukan perjuangan politik non-kompromis dengan visi-misi yang jelas menolak kapitalisme. —‘—‘—‘— Yayasan Penebar adalah institusi nir-laba independen. Kami berharap saudara/i (individu) maupun organisasi bersedia mendukung aktivitas kami. Kami menerima donasi, hibah dan dukungan tak mengikat dalam bentuk apapun. Bila saudara/i bermaksud mendukung kami dengan mendonasikan uang, rekening bank kami adalah: BCA (Cabang Cimanggis), rekening Tahapan BCA, nomor account: 166 1746276. | 14 |